Pembangunan modern telah menghantarkan manusia pada pencapaian-pencapaian dahsyat yang pada era sebelumnya belum terbayangkan. Pesawat, computer, telepon seluler, mega konstruksi, internet dll. Namun fakta lain menunjukkan dengan sangat jelas bahwasannya dunia saat
ini tidak sanggup memenuhi dua prasyarat yang paling mendasar dari peradaban manusia. Pertama: kebutuhan manusia untuk hidup harmonis dengan alam/lingkungan. Kedua: kebutuhan manusia untuk hidup harmonis dengan sesama”(ilf&Tesariero,2008).Pada dasarnya manusia adalah mahluk komunal. Interaksi social sekaligus menjadi parameter eksistensinya. Dengan demikian, setiap individu harus berperan ganda: Produsen sekaligus sebagai Konsumen “kebaikan” bagi dirinya dan orang lain. Inilah yang menjamin keseimbangan kehidupan. Tentu saja, ketika keidupan menyeret pada semangat individualistic, maka sesungguhnya pada saat yang sama dunia sedang menuju proses kebangkrutan. Defisit “kebaikan”dimana neraca dunia tidak lagi balance. Terlalu banyak penikmat kebaikan namun terlampau sedikit penghasil kebaikan (editorial Giving pkpu).
Keberadaan suatu desa merupakan unit pemerintahan terkecil kedua setelah keluarga yang telah diwariskan oleh para leluhur. Namun keindahan alam dan segala potensi yang dikandungnya tidak akan secara otomatis diwariskan pada generasi sesudahnya tanpa perjuangan generasi pada masanya.
Desa Umpungeng adalah salah satu desa yang merupakan warisan para leluhur yang hingga saat ini masih terjaga keindahan alamnya. Patut disyukuri karena desa ini telah diwariskan kepada generasi yang sangat perduli terhadap lingkungan dan alam sekitarnya. Penduduk desa Umpungeng masih menganut kearifan local yang berpegan pada tata nilai positif seperti kejujuran, keramah-tamahan, kasih sayang baik terhadap sesama, terhadap hewani dan bahkan terhada tumbu tumbuhan. Inilah kekayaan & aset yang merupakan karunia Ilahi yang terbesar yang harus terus dijaga dari generasi kegenerasi.
Harmonisasi alam dengan penduduk lokal Umpungeng yang telah tercipta dan terbangun sejak dulu, kini telah mewujud menjadi suatu Desa yang alamnya indah mempesona, aneka ragam hayati dapat dijumpai disini. Keramah tamahan penduduk dengan budaya dan kultur yang sarat dengan kearifan lokal siap menghangatkan suasana santai bagi siapa saja yang berkunjung ke desa ini
Kicauan aneka burung, desiran sungai-sungai yang membelah gunung Neneconang dan Gunung Laposo mengalir jernih ditengah bebatuan yang bersih turut memperkaya nuansa exotic alam ditengah udara dingin dan sejuk. Aneka hidangan tradisional hasil olahan tangan penduduk desa menjanjikan cita rasa pedesaan yang gurih dan lezat. Semuanya tersaji dalam satu kesatuan hikmah ” karena alam bersahabat dengan kita”
Gula aren yang merupakan sumber penghasilan utama penduduk desa Umpungeng merupakan paket khusus yang siap dihidangkan dengan aneka macam rasa, mulai dari rasa gula asli, rasa kelapa,rasa duren dll juga memberi kesan tersendiri bagi setiap pengunjun. Profesi Menyadap (Massari) ini merupakan tradisi dari leluhur secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga saat ini. Maka tak heran jika kuwalitas gula yang dihasilkan melalui olahan tangan secara tradisional ini merupakan kwalitas terbaik. Daerah ini mensuplai kebutuhan gula aren di Sulawesi Selatan khususnya kawasan Tanah Bugis.
Beberapa hulu sungai yang terdapat di kawasan ini merupakan sumber pengairan yang penting bagi kelangsungan pertanian di sejumlah daerah di Kabupaten Soppeng dan sekitanrnya, seperti Kab. Wajo, Sidrap, Barru, Pangkep dan beberapa daerah lainnya. Hal inilah yang menjadi alasan utama betapa pentingnya menjaga kawasan Umpungeng sebagai sumber mata air dan tentu saja “Agar tetap memberi kehidupan bagi kita semua” khususnya kelangsungan pertanian di seluruh kawasan disekitarnya, agar tetap terjaga” harmony antara alam dan manusia”.